Thetransicon.co.id – Jakarta, 8 Oktober 2025 – Pemerintah Indonesia mempercepat transisi energi hijau dengan rencana penggunaan bensin campuran etanol E5 (5% etanol) dalam waktu dekat. Langkah ini bertujuan mengurangi emisi karbon dan memanfaatkan sumber lokal seperti singkong untuk bahan bakar berkelanjutan. Namun, muncul pertanyaan penting: apakah semua kendaraan aman menggunakan bahan bakar ini? Jawabannya bergantung pada standar emisi dan usia kendaraan. Oleh karena itu, pemilik kendaraan perlu memahami risiko dan manfaat sebelum beralih ke E5.
Inisiatif ini mendukung Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, yang menargetkan campuran etanol hingga 20% pada 2025. Negara seperti Amerika Serikat dan Thailand telah berhasil menerapkan E5, meningkatkan oktan hingga 128 untuk mencegah knocking mesin. Namun, di Indonesia, armada kendaraan yang beragam—dari motor karburator hingga mobil modern—menimbulkan tantangan. Dengan demikian, edukasi masyarakat dan kesiapan infrastruktur SPBU menjadi kunci keberhasilan transisi.
Bensin Campuran Etanol: Pandangan Pakar ITB
Tri Yuswidjajanto Zaenuri, pakar Teknik Mesin dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menjelaskan bahwa kendaraan dengan standar emisi Euro 4 atau lebih tinggi aman menggunakan bensin campuran etanol hingga 10%. “Mobil dan motor modern yang memenuhi regulasi emisi terbaru tidak bermasalah dengan E5,” ujarnya. Kendaraan ini menggunakan material tahan korosi, seperti karet sintetis dan logam berlapis, yang kompatibel dengan sifat etanol. Misalnya, model seperti Honda PCX 160 atau Toyota Raize keluaran 2018 ke atas berjalan lancar dengan E5.
Sebaliknya, kendaraan pra-Euro 4—umumnya produksi sebelum 2018—rentan mengalami kerusakan. Etanol bersifat higroskopis, menyerap air dari udara, yang dapat memicu korosi pada tangki logam dan kebocoran pada selang karet. Oleh karena itu, pemilik kendaraan lama perlu memeriksa manual pabrikan untuk memastikan kecocokan sebelum beralih.
Risiko pada Kendaraan Lama
Sifat pelarut etanol dapat merusak komponen kendaraan lama. Seal karet alam pada pompa bahan bakar atau karburator berisiko melar (swelling), menyebabkan kebocoran. Selain itu, air yang terserap etanol mempercepat korosi logam tak terlindungi, seperti pada tangki bahan bakar motor 2-tak. Akibatnya, mesin bisa overheat atau kehilangan tenaga, dengan biaya perbaikan hingga jutaan rupiah. Misalnya, motor seperti Yamaha Vega R sering mengalami penyumbatan injektor akibat endapan air-etanol.
Studi Society of Automotive Engineers (SAE) tahun 2023 menunjukkan bahwa kendaraan modern menoleransi E10, tetapi model tua memerlukan modifikasi seperti penggantian seal tahan etanol. Di Indonesia, sekitar 60% armada masih di bawah Euro 4, sehingga transisi E5 harus hati-hati. Dengan demikian, pabrikan seperti Honda dan Yamaha menyarankan penggunaan bensin murni untuk kendaraan lama hingga panduan resmi tersedia.
Manfaat Lingkungan dari Bensin Campuran Etanol
Penggunaan bensin campuran etanol menawarkan keuntungan lingkungan yang signifikan. Etanol dari biomassa seperti singkong mengurangi emisi CO2 hingga 3-5%, karena tanaman menyerap karbon saat tumbuh. Selain itu, oktan tinggi etanol meningkatkan efisiensi pembakaran, menekan emisi NOx dan HC pada kendaraan Euro 4 ke atas. Pemerintah menargetkan pengurangan emisi 29% pada 2030, sejalan dengan Paris Agreement. Oleh karena itu, bagi kendaraan kompatibel, E5 mendukung visi net zero emission 2060.
Namun, tantangan distribusi tetap ada. Pertamina telah menguji E5 melalui Pertamax Green, tetapi beberapa SPBU swasta menolak base fuel beretanol karena kekhawatiran kualitas. Sehingga, pengawasan ketat dari Kementerian ESDM diperlukan untuk memastikan mutu seragam.
Regulasi Emisi Euro 4 di Indonesia
Indonesia menerapkan standar emisi Euro 4 sejak 2018 melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 20/2017, membatasi emisi CO hingga 1 g/km dan NOx hingga 0,08 g/km untuk mobil bensin. Standar ini mengharuskan material tahan etanol, membuat kendaraan Euro 4 kompatibel dengan E5. Rencana Euro 5, dengan batas NOx lebih ketat (<0,06 g/km), baru akan diterapkan pada 2028 karena keterbatasan BBM rendah sulfur (50 ppm). Misalnya, motor di bawah Euro 3, seperti produksi sebelum 2012, rentan terhadap efek etanol karena karburatornya sensitif terhadap air.
Pabrikan seperti Toyota dan Suzuki telah menyesuaikan lini produksi sejak 2021, melengkapi model baru dengan katalisator dan sensor oksigen untuk optimalisasi E5. Dengan demikian, pemilik kendaraan Euro 4 ke atas dapat beralih tanpa khawatir, sementara yang lain disarankan tetap menggunakan RON 88 murni.
Tips Aman Menggunakan Bensin Campuran Etanol
Pemilik kendaraan lama perlu melakukan pemeriksaan rutin untuk menghindari kerusakan. Ganti filter bahan bakar setiap 10.000 km dan periksa selang karet untuk tanda-tanda keausan. Gunakan aditif anti-korosi jika diperlukan, dan hindari menyimpan BBM lama di tangki. Selain itu, sosialisasi dari Gaikindo dan Asosiasi Pengusaha SPBU sangat penting untuk edukasi konsumen. Oleh karena itu, keterlibatan bengkel resmi dalam kampanye akan memastikan transisi E5 berjalan mulus.
Secara keseluruhan, bensin campuran etanol aman untuk kendaraan modern, tetapi berisiko bagi model lama. Dengan persiapan matang, termasuk edukasi dan infrastruktur yang memadai, Indonesia dapat mengadopsi E5 sebagai langkah menuju energi berkelanjutan tanpa mengorbankan performa kendaraan.