Pemerintah kini secara agresif mengincar aksesi ke blok-blok perdagangan internasional sebagai ‘jurus’ baru membongkar hambatan dagang dan melipatgandakan volume ekspor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa negosiasi dagang yang intensif jadi prioritas utama. Tujuannya untuk mendobrak sistem kuota yang selama ini membatasi produk Indonesia, khususnya di pasar-pasar potensial seperti Amerika Latin.
“Indonesia sedang bernegosiasi dengan multi blok luar negeri, termasuk yang terus didorong oleh Pak Menteri Luar Negeri (Sugiono) untuk CPTPP (Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik), OECD (Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi), dan yang lain. Itu diharapkan market-nya (ekspor) semakin terbuka,” ujar Airlangga di Karawang, Kamis (9/10), seperti dilansir Antara.
Dari Harapan ke Realita Perdagangan
Secara spesifik, Airlangga menyoroti pasar Meksiko sebagai target utama yang bisa dibuka melalui keanggotaan CPTPP.
“Salah satunya adalah dengan Indonesia masuk dalam aksesi blok perdagangan CPTPP, di mana ini ada kesempatan untuk membuka pasar Meksiko yang selama ini mereka mengenakan trade in quota,” jelasnya.
Pernyataan ini secara objektif menyoroti salah satu tantangan terbesar ekspor Indonesia: proteksionisme dalam bentuk kuota impor.
Selama ini, seberapa pun kompetitifnya produk otomotif buatan Indonesia, volumenya dibatasi oleh kebijakan negara tujuan.
Langkah pemerintah untuk masuk ke dalam blok dagang seperti CPTPP dan menjalin Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) adalah pertaruhan strategis.
Namun, kritik yang muncul adalah pada realisasi dan waktu. Proses aksesi ke dalam blok dagang internasional adalah maraton diplomatik yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Meskipun optimisme pemerintah tinggi, tantangan sesungguhnya adalah mengubah negosiasi di atas kertas menjadi kontrak ekspor nyata yang mengalirkan devisa bagi negara.
“Dengan nantinya Free Trade Agreement, CEPA, dan juga CPTPP, itu kuota bisa dibuka,” tegas Airlangga.
Fondasi Industri Kokoh
Optimisme pemerintah ini bukan tanpa dasar. Keberhasilan TMMIN yang secara akumulatif telah mengekspor 3 juta unit kendaraan ke lebih dari 100 negara sejak 1987 menjadi bukti bahwa industri dalam negeri memiliki kapasitas dan kualitas yang diakui dunia.
Fondasi ini ditopang oleh ekosistem rantai pasok yang solid dan berlapis, yang melibatkan 240 pemasok Tier-1 dan 540 pemasok Tier-2, termasuk industri kecil dan menengah di sektor baja, plastik, ban, hingga kaca.
Keberhasilan awal dari strategi ini sudah terlihat di pasar Australia. “Dan Indonesia sekarang juga terbuka untuk mengekspor otomotif ke Australia yang kita sudah punya perjanjian perdagangannya,” tambah Airlangga, menunjukkan bahwa perjanjian dagang yang sudah berjalan efektif terbukti mampu membuka keran ekspor.
Secara keseluruhan, pemerintah sedang memainkan permainan catur ekonomi di tingkat global. Dengan fondasi industri manufaktur yang kuat di dalam negeri, langkah selanjutnya adalah membongkar tembok-tembok penghalang di luar.
Keberhasilan strategi ini akan menjadi penentu apakah target Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok otomotif globaldapatterwujud.